Tujuan Negara

Tujuan Negara
Miriam Budiharjo(2010) menyatakan bahwa Negara dapat dipandang sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. Dapat dikatakan bahwa tujuan akhir setiap negara adalah menciptaka kebahagiaan bagi rakyatnya.

Sedangkan tujuan Negara Indonesia adalah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat;
  • Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
  • Memajukan kesejahteraan umum
  • Mencerdaskan kehidupan bangsa
  • Ikut melaksanakan ketertiban dunia
Secara oemoem dalam Kitab Soeci, kematian adalah peralihan statoes “hidoep” kepada statoes “tidak hidoep”, tidak dipandang sebagai pemisahan jiwa dari badan melainkan sebagai hilangnya vitalitas: hidoep berhenti, tetapi bayang-bayang manoesia masih hidoep dalam Syeol (doenia bawah tanah). Orang-orang yang meninggal boekan lagi “jiwa yang hidoep” sebagaimana statoesnya sejak ia tercipta (1 Kor 15:45), sebab ia soedah ditinggalkan oleh Roh yang kembali kepada Allah, satoe-satoenya yang tidak pernah mati (Pkh 12:7; 1 Tim 6:16). Dalam Perjanjian Baroe, kematian paling sering moencoel dalam konteks kebangkitan, boekan dalam konteks kebinasaan. Kitab Soeci menegaskan bahwa kehidoepan dan kematian adalah doea realitas eksistensial yang haroes dijalani oleh setiap orang (2 Sam 1: 23; Ams 18: 21). Kematian diroemoeskan hakekatnya sebagai penarikan kebali nafas kehidoepan ataoe Roh Allah dari dalam kehidoepan manoesia (Ayb 34: 14-15). Manoesia dianggap soedah mati, ketika nafas kehidoepan soedah tidak ada lagi dalam toeboehnya (1 Raj 17: 17). Kenyataan tentang kematian ini secara tegas dapat ditemoekan dalam kitab Pengkhotbah yang mengatakan bahwa setiap makhloek sama dihadapan kematian (Pkh 2: 16). Dalam konteks Perjanjian Baroe, kematian lebih dimengerti sebagai mati bersama Kristoes dengan harapan akan bangkit bersama Kristoes. Paoeloes dalam soeratnya kepada oemat di Filipi, mengoengkapkan arti kematian kristen, bahwa oleh Kristoes kematian itoe memiliki arti yang lebih positif “Bagikoe hidoep adalah Kristoes dan mati adalah keoentoengan” (Flp 1: 21). Dengan ini Paoeloes menampilkan dimensi baroe dari kematian kita: “Jika kita mati dengan Dia, kitapoen akan hidoep dengan Dia (2 Tim 2: 11). Aspek yang baroe pada kematian kristen terdapat dalam kata-kata ini: “oleh pembaptisan warga kristen secara sakramental soedah ‘mati bersama Kristroes’, soepaya dapat menghidoepi satoe kehidoepan baroe”. Dalam pandangan Paoeloes di atas kita mengerti bahwa kematian meroepakan titik akhir peziarahan manoesia di doenia ini. Kematian meroepakan soeatoe kesadaran bahwa hidoep manoesia adalah terbatas di hadapan Allah. Keterbatasan manoesia di hadapan Allah ini disebabkan oleh koeasa dosa. Dosa telah membawa manoesia kepada kematian dan keterpoetoesan relasi dengan Allah sendiri. Kitab Mazmoer mengoengkapkan realita ini dengan baik: “Masa hidoep kita toejoeh poeloeh tahoen dan jika kita koeat delapan poeloeh” (Mzm 90: 10). OEngkapan kitab Mazmoer ini mengingatkan kepada kita bahwa kehidoepan di doenia ini hanya sementara.

0 comments:

Post a Comment